Selasa, 14 November 2017

Selamat Mencoba Untuk Mencari Cinta Seperti Aku.




Tidak Semua Dia adalah Kamu, dan Aku adalah Saya.


Izinkan aku bercerita, sebagaimana kau tak bersedia mendengarkan keluh kesah. Dua hati yang kini ingin ku tanyai, apakah yang kita miliki tak lebih dari sekedar kisah kasih yang sebenarnya ingin kau akhiri?
Jika aku batu, maka kau akan melihat ku bersikeras tinggal disisi.

Jika aku kaca, maka kau akan melihat ku telah pecah.
Namun, kau memilih tutup mata untuk terlihat tak berdosa.

--
"Jadi, kau mau apa?"
        "Aku cuma mau kamu berubah. Jangan terus kaya gini, udah itu aja."
"Memangnya aku kaya gini karena siapa? Karena kamu!"
        "Kok aku?"
"Apa kau tak bisa untuk berfikir sendiri? Ah! Kita putus saja ya?"
--

Untuk ke-persekian kalinya, kesalahan mu, kau putar balikkan menjadi kesalahan ku. Agar aku berfikir lalu menjadi tersangka jika kepergian mu ini nyata. Supaya kau bisa bercerita kepada teman-teman mu akulah yang begitu cinta dan menderita.

Pesan ku mulai memenuhi ponselnya. Aku mengirimi kata-kata permohonan agar ia tetap tinggal.
Lagi-lagi aku mengabaikan harga diriku. 
Lagi-lagi aku mengabaikan mereka yang mencoba menasehati ku.

Aku sering meyakinkan diriku sendiri, disaat semua realita malah menjatuhkan ku jauh dalam harap.
Bahwa, mereka tak tau apa-apa tentangnya. Bukan mereka yang menjalaninya.
Tak ada yang benar-benar mengerti. Ia tak seburuk yang mereka kira.
Dan ia tak mungkin berubah. Dia menyayangki ku, dan aku hanya ingin dengannya.
Ini sudah tahun ketiga, takkan mungkin terjadi apa-apa.

Aku tidak tau apa yang membuatnya berubah selama satu tahun belakangan ini. Aku tidak mengerti, karena selama ini ia tak henti menghakimi dan menyudutkan ku sendiri.
Bahkan, kejadian hingga aku ditinggalkannya ditepi jalanpun, memang karena ku.
Bahkan, kejadian saat teman-temannya menertawakan ku pun, terjadi karena ku.
Dan bahkan, kejadian hingga dia berselingkuh dibelakang ku pun, masih seolah-olah disebabkan oleh ku.
Seburuk itukah aku untuknya?

"Dia tidak mencintaimu lagi, Sa."
"Dia hanya senang bermain dengan hatimu."
"Tak masalah baginya, untuk emmutuskan hubungan, karena ia tau.. kau akan selalu disana untuk menerimanya kembali."
"Sadarlah. Cinta dan Bodoh itu, beda tipis, sayang."
"Kau hanya belum berani untuk melepaskannya, padahal yang kau alami hanya linangan air mata disetiap harinya."

Terkadang, aku mengingat semua kata-kata yang mereka coba sadarkan.
Kata-kata yang sampai detik ini, masih kutolak untuk aku yakinkan.
Tetapi, ketahuilah, ada lelah yang dirasa.
Ada hati yang patah tak tertata.
Ada jiwa yang rapuh tak terkata.

Untuk sekali saja, aku ingin sekali menjadi yang diperjuangkan.
Ingin sekali menjadi yang diprioritaskan.
Ingin sekali merasa dimiliki dan, tentunya tak disia-siakan.

Aku tidak tau bagaimana ia dapat menjalani hari dengan baik tanpa memberikan kabar. 
Aku tidak tau bagaimana ia dapat tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan masalah. 
Aku tidak tau bagaimana ia selalu nyaman mengulangi kesekian kali semua kesalahan yang sama. 

Andai hatiku tak hentinya lelah untuk menyabar..
Aku tak sanggup, seperti ada jarak, ada penghalang, dan tak ada cinta, tak ada peduli, dan hanya tersisa aku sendiri. Kini, biarkan aku coba mengakhiri..
Aku juga ingin tau, apakah dia bersedia mempertahankan aku sebagaimana yang selalu ku lakukan?

"Maaf kalau aku memutuskan untuk menyerah. Semoga kau dapat yang bisa memaklumi lebih kuat daripada yang kulakukan."

Aku tak perlu berharap terlalu jauh.
Karena tak perlu menunggu waktu yang membuatmu jenuh, dia langsung setuju seakan terlepas dari beban yang selama ini ia tampung dengan sungguh.

"Terserah."

Langit bergemuruh seakan memahami hatiku yang sedang rapuh dipenuhi amarah yang menggebu.
Awan tak sanggup menahan rintik hujan agar tak jatuh, - layaknya air mataku.
Walau aku berjanji tak akan menangis.
Namun sakit tak bisa ku paksa pergi, ia selalu menghampiri seakan tak lelah menemani.

Ada hati yang hancur tak tersisa.
Aku merindukannya.
Ada hati yang ikut serta bertanya.
Apakah aku mungkin telah digantikan olehnya?

Aku mencoba mencari pertanyaan yang datang dalam diri.. membongkar semua media sosial yang ternyata belum ia ganti. Aku siap untuk semua kemungkinan hati yang akan menjadi serpihan kembali.
Ah.. tubuhku bergetar. tak sadar senyum pahit yang pernah ada, kini kian ikut tercipta.

Aku melihat seorang wanita, yang mengunduh foto indahnya bunga, dan lalu berterimakasih kepadanya dengan penuh cinta..

Kini, ia menuntaskan segala hancur yang aku rasa. tangisku pecah tak bersuara. terisak menderita.
Selama ini aku mempertahankan seseorang yang lama mendua. sibuk membayangkan dengan orang yang gemar memupuk dusta. 
Dan beri aku jawaban.. bukankah aku tak harus cemburu kepada wanita pemburu tak tau malu itu?

Teruntuk masa lalu ku,
kesalahan terbesar bagiku adalah terus memperjuangkan mu. terus rela diperdaya olehmu.
Namun, biarlah kesalahan itu menjadi bukti, bahwa aku pernah mencintai sipenghianat seperti mu sebaik itu.

Teruntuk masa lalu ku,
Aku bertekad pada diriku sendiri, akan ada yang datang untuk mencintaiku sebaik aku yang akan mencintainya dengan sempurna. bukan hanya sekedar tipu daya yang biasanya sengaja kau cipta.

Dan kau,
Selamat mencoba untuk mencari cinta seperti aku, pada diri orang lain.

Karena sesungguhnya, kaulah yang kehilangan ku.
Bukan aku yang kehilangan mu.

Senin, 06 November 2017

Karena Kamu, Cuma Satu.


Tidak semua Dia adalah Kamu, dan Aku adalah Saya.


Dear, Aira..
Apakah kau mungkin masih ingat akan aku?
Apakah aku masih ada dalam setiap daftar kunjungan mu?
Apakah aku pernah menjadi salah satu perbincangan mu dengan Dia?

Cantikku, bagaimana kabarmu?
Mengenalmu adalah salah dari takdir terbaikku. walau hanya sementara. walau memang kita takkan pernah bisa bersama. walau seberapa kuat mencoba, takkan ada yang bisa berubah.
Ah, Aira..
Aku masih ingat bagaimana semua terjadi walau dengan singkat, semuanya rapi dan terus menyengat.

Aku melalui hidupku begitu baik, tetapi, andai kau masih disisi, semuanya akan lebih dari sekedar kata Baik.
Sampai detik ini, aku masih berharap.. jika saja kita dipertemukan lebih cepat, aku ingin mencintaimu dengan begitu lebih lambat hingga semua tak harus terasa begitu menyayat.

Aku pernah menemukan seseorang setelah kepergian mu; bertahun-tahun ia mengisi hariku ditempat yang baru setelah aku memutuskan untuk mencoba menghapus luka kita yang pilu.
Namun Aira, ia tak seperti dirimu.
Mungkin ia lelah akan aku, hingga begitu mudah untuk mencari alasan yang sebenarnya keliru.

Berpisah dengannya tak ada apa-apanya dibanding dengan mu.

Jika saja, aku menemani mu kala itu,
Mungkin aku takkan membiarkan kejadian itu berhasil merenggut mu.
Jika saja, aku tak mematung bisu,
Mungkin aku takkan hanya menangis dan bisa melakukan sesuatu.

Kekasihku, Aira..
Maafkan aku yang masih merindu.
Aku memilih mengenang mu dalam lagu yang ku buat, agar tak harus layu dimakan waktu.
Menceritakan bagaimana aku menahan pilu hingga keberuntungan ku karena bisa dicintai oleh orang sepertimu..

Tetapi Aira, pada saat itu..
Seharusnya mungkin kau tak perlu mengkhawatirkan diriku.
Harusnya mungkin kau tak perlu meminta maaf pada ku karena simbah darahmu yang memenuhi tubuhku.
Kau seharusnya mementingkan dirimu! Bukan aku..
Bukan aku..

Ah, Aira,. lagi-lagi maafkan aku..
Aku begitu bangga pernah dimiliki oleh mu, karena takpeduli berapa lama waktu telah berlalu, kau masih menjadi topik utama bagi teman-teman ku yang baru..

Rindu ku, Aira..
Sampaikan salam ku pada Tuhan.

Salam terimakasih ku, karena ia pernah menghadirkan mu dalam hidup pada suatu waktu masa yang lalu.
Maafkan aku yang mungkin tak pernah bisa menghapusmu.
Karena kamu, cuma satu, takkan pernah terganti menjadi hal yang baru, walau hidup harus tetap ku lalui dengan seseorang yang baru.