Sabtu, 18 April 2015

Dibalik Sebuah Lagu.

Tidak semua Dia adalah Kamu dan Aku adalah Saya.


Bermula dari satu kehidupan, kemudian terbelah menjadi dua kelangsungan yang tak terpungkiri. Terpisahkan oleh alam nyata yang pernah menyatukan dengan indahnya.

Dan, aku sedang kembali ke malam itu.
Malam akan terjadinya sebuah kejadian, saat seluruh hatiku hancur terburai entah ke bagian samudera yang mana.
Hancur tenggelam didasar yang paling dalam.

......
Malam ketika hanya ada dua sosok manusia, dan keramaian berbentuk alam. Pukul 09.00, kamu dan aku bersama bulan yang bersinar terang sedang berbincang bersama bintang.


Kita duduk diujung taman. 

Ternaungi dibawah pohon dengan Ice Cream coklat kepunyaanku dan vanilla kepunyaan mu. Semua tawa bahagia yang diterlemparkan jelas terasa. 


'Yan, don't ever left me' kataku seraya bersandar dibahunya.

Dia mengenggam tanganku mengisyaratkan kami akan baik-baik saja meski keadaan entah bagaimana nantinya.


Aku menangkap sebuah kumpulan anak laki-laki datang dan duduk tidak jauh dari kami. 

Beberapa dari mereka membawa gitar. 
Dan sampai mereka menyanyikan sebuah lagu, You and I dari Secondhand Serenade.


Aku tersenyum tipis saat mendengarnya dan dia mengerti alasan aku tersenyum kala itu. Kini, seolah-olah mereka bernyanyi untuk ku dan Ryan.

'Bagaimanapun, aku akan tetap disini.
Aya, I love you'
......

Dan semuanya berhenti.
Terasa pedih saat aku menyadari itu adalah malam terakhir aku bisa bersamanya.
Sebelum, kecelakaan itu membuatnya pergi untuk selamanya.

Waktu terus berjalan dan tersadar bahwa sudah hampir satu tahun kejadian itu berlalu.
Namun, aku masih belum terbiasa.
Selalu terbangun ditengah malam dengan linangan air mata.

Setiap kali aku berharap semuanya hanya mimpi, semakin jelas pula semuanya terukir nyata.
Malam yang dingin menusuk kedalam ragaku.
Aku memejamkan mata seakan ingin terbang untuk mengetahui, bahagia kah dia disinggasana Mu, Tuhan?

'I know..I'm not alone,
'I'm not the only one who is Broken..
'And I know,
'I'll never let you go..'

Dan, mataku seraya terbuka.
Merasakan dia seakan terjaga dan bernyanyi untukku.
Memberi isyarat bahwa dia akan menepati janjinya, untuk selalu disisiku entah bagaimanapun keadaannya.
Merasakan seolah Tuhan menyampaikan pertanyaanku, dan Ia menjawabnya dengan bayangan sosok yang kurindukan tersenyum untukku.

Keadaan yang tergelar, mengharuskan ku untuk tetap menjalani hidup.
Dan dia akan tetap ada dalam jegatan bayangan dibalik sebuah lagu yang akan selalu aku dengar.

Sabtu, 14 Februari 2015

Sesingkat 8 Jam.

Tidak semua Dia adalah Kamu dan Aku adalah Saya.


Aku sangat merindukan hingga air mataku terus berjatuhan secara tiba-tiba.
Aku sangat menantikan suatu waktu yang kita dapatkan untuk saling berbicara.

Tetapi, pandanganku lalu meredup. 
Gelap.
Dan kini rasanya seperti, aku sedang berada disuatu tempat.

Didepan pintu masuk, aku memperhatikan memastikan bahwa mengapa aku berada disini. 
Tempat ini dipenuhi oleh beberapa orang yang sangat familiar untukku.

Ada banyak sekumpulan wanita diujung sebelah kanan, sebagian dari mereka terpaku seolah sedang melihat sesuatu yang indah, dan aku mengikuti arah pandang mereka. 
Dari sekian banyak yang berjalan lalu-lalang, pandangan itu ternyata tertuju kepada pria yang aku kenali.
Pria yang pernah hidup dihatiku dan aku pernah hidup pula dihatinya.

Kami tidak pernah berkomunikasi lagi sejak dua bulan yang lalu. 
Kami sudah tidak pernah bertukar kabar lagi sejak itu. 
Bahkan kami layaknya tidak pernah mengenal satu sama lain.
Dan itu cukup memilukan.

Lalu kini, apa yang sebenarnya harus aku lakukan ditempat ini?
Saat aku memutuskan untuk melangkah pergi, ada yang menarik tangan ku dari belakang.

Seorang gadis kecil.

Sepertinya aku pernah melihatnya, tetapi dia bukan salah satu dari mereka yang melihat pria-ku seperti sesuatu yang di idam-idamkan.

Dia mengajakku untuk duduk disuatu tempat. 
Aku terdiam saat dia mengetahui bahwa pria-ku ada ditengah-tengah taman itu.
'Percayalah, Kalian akan baik-baik saja'

Dia mengucapkan itu kepadaku secara tiba-tiba.

Aku hilang arah, seharusnya aku tidak berada disini.
Aku memberitahunya:
'Baiklah, memang banyak yang ingin kusampaikan padanya, tapi aku tidak bisa melakukannya. 
Karena mungkin.. dia sudah menghapus segala hal tentang kami.'

Aku segera bangkit dari tempat duduk ku.
Namun, ada tarikan bak seperti magnet, saat aku akan menjauh, sosok itu tiba-tiba datang mendekat.

Ya, pria ku.
'Kumohon, katakanlah, aku ingin mendengarnya.'

Senyum tertahan itu berada diwajahnya.
Aku terdiam dan terpaku. 
Melihat kearah gadis kecil itu yang sedang tersenyum lalu berpaling meninggalkan kami berdua.

Kini, ia berada tepat didepanku.
Ah sudah berapa lama kami tak berada sedekat ini lagi?
Awalnya aku tidak bisa berbicara, namun saat dia berkata yang aku dan dia butuhkan hanya kejujuran dari masing-masingnya,

Aku memberanikan diri:
'Aku merindukan mu, meski tak memberitahu mu lagi. 
Masih mencintaimu, meski tak menunjukkannya lagi. Aku masih...'

Suaraku terputus saat air mata ku tak mampu kubendung dan jatuh, aku tertunduk merasa bodoh bagaimana bisa mengatakan apa yang benar-benar ku sembunyikan selama ini.

Tetapi, aku dapat melihat bahwa dia berjalan dan merasakan langkahnya kini semakin dekat.
Dia mengadahkan wajahku dan mengusap air mata itu. 
Aku mendapatkan sebuah senyum yang telah lama kurindukan.

'Sayang, sungguh. Maafkan aku membuatmu seperti ini.
Tak seharusnya akupun merahasiakan kecintaanku. 
Aku akan menghubungi mu, sesegera mungkin. nanti.'

Saat dia mengatakan itu, dia masih dengan senyumnya namun lagi-lagi harus bergegas pergi.
Tetapi, aku menghentikannya seakan tak ingin kehilangan hari ini bersamanya.

Dan, kami menyatu dalam suatu pelukan.

Entah apa yang kami lucu, kami tertawa bersama dalam peluk itu.
Tak jadi melangkah untuk pergi, saling menahan satu sama lain.

Waktu begitu cepat untuk menyadari bahwa kami sedang menjadi pusat perhatian. 
Dan kami seolah memutuskan untuk menghilang, ke suatu tempat yang hanya ada kami berdua didalamnya.
-
-
Namun saat itu pula,
Aku tersadar bahwa semua hanya bunga tidur yang tergambar dengan sangat jelas.
Sesingkat 8 jam yang terasa cepat.

Seolah memberitau bahwa rindu itu, semakin nyata dan tetap ada. 
Bahwa aku merasakan, ada sesuatu pula yang memang sedang memelukku..dari jauh.

Ah memang,
Aku seharusnya tidak bermimpi indah, karena aku akan bangun dengan kekecewaan karena hal tidak berjalan dengan apa yang seharusnya diimpikan.

Namun aku teringat akan satu kalimat terakhir yang dia ucapkan sebelum semua hilang....,
'Tell your father, I'll marry his daughter'. 
Tak pernah bisa ku hentikan untuk terus mengiang sepanjang hari.