Selasa, 19 April 2016

Terimakasih, Pernah Menjadi Yang Terbaik.

Tidak semua Dia adalah Kamu dan Aku adalah Saya.



Lucu disaat aku harus kembali mengingat tentang bagaimana pertemuan pertama itu terjadi.
Dari sebuah rasa yang penuh amarah, dan segala hal atas nama kebencian.
Kini  malah tumbuh menjadi sebuah tali yang menghubungkan atas kebanggaan dan kebahagiaan. 
Ya, laki-laki yang ternyata diluar ekspetasi ku, dan sangat setia untuk selalu menemaniku dikala apapun itu. 

Peter.

Peter mencintaiku. 
Dia pernah mengatakannya sendiri secara langsung.
Namun, entah apa yang ada didalam otakku, namun sungguh.. sayang ini tak berlabuh nyata atas nama cinta.

Aku hanya tak bisa menerimanya, atau mungkin belum.
Karena aku tau, aku dan Peter selalu berdekatan dan dia takkan menyerah.
Dan karena aku tau pula, tidak akan ada usaha yang kelakkan sia-sia.

Dia selalu memperlakukan ku bak Putri Raja..
Dia selalu mengalah, dia selalu melakukan apapun, untukku.
Dunia dan seluruh orang-orang yang mengenal ku, tidak tahu bagaimana aku beruntungnya mempunyai Peter.

Setiap kali aku melihatnya, hanya ada satu garis nama cinta dengan ketulusan dimatanya.
Rasanya seakan-akan aku ingin mengutuk diriku sendiri, bagaimana mungkin aku sanggup untuk takbisa mencintainya sebagaimana dia mencintaiku?


Sebab itulah, aku memulai doaku dalam diam. Untuknya. 

Aku selalu berdoa untuk kebahagiaannya. 
Kelak jika aku dan dia tak bisa bersama, yang kuharapkan hanyalah kebahagiaannya yang utuh, untuk dapat menemukan seseorang yang bisa mencintainya lebih dari aku yang hanya menyayanginya dengan batas walaupun tak terukur dalamnya.

Kini, setiap kali aku mendengar Peter menyebutkan,
'Kita sudah bertahun bersahabat..'
'Kau ini seperti adikku yang paling kusayang..'
Hatiku seakan terkikis. 
Seakan dihempas ketempat yang paling jauh.
Dan hanya seorang diri.

Atau, sebegitukah aku mungkin telah menyakitinya? 
Hingga, menyadari dia mungkin akan berhenti memperjuangkanku, terasa menyakitkan pula. 
Konyol memang, terdengar sangat egois, bukankah seperti itu?

Kali ini, Peter mungkin akhirnya telah menemukan orang yang ingin dikasihinya.
Disayanginya.

Tetapi, setiap waktu aku memikirkan hal itu, aku benar ikut tersenyum.
Walau dengan kesesakan yang juga menyelimuti. 

Menyesakkan, karena lagi-lagi aku harus menyadari dia mungkin akan pergi lagi, meninggalkan aku sendiri. 
Aku sungguh tak ingin menyadari bahwa dia berhenti untuk memperjuangkanku, namun..aku tahu aku tak bisa seegois itu. Peter harus bangkit akan aku, dan mencari kebahagian dalam hidupnya.

Sungguh! Aku menyayanginya. membutuhkannya.
Namun aku takpernah mengatakannya dengan sungguh-sungguh. 
Padahal, Peter selalu ingin mendengar aku membalas perkataannya seperti..
I love u too, Pete.

Saat pertama dan terakhir kali dia mencoba untuk melupakanku. 
Aku pernah sampai menangis. 
Ya, dia melupakanku. Sungguh!

Dia berusaha agar orang melihatnya telah mencintai perempuan lain, dan bukan aku lagi. 
Dia sungguh tak peduli akan aku lagi.
Dia memang sangat berusaha keras, saat itu, bahkan dia sampai jarang berbicara dengan ku.

Dan, perempuan kali ini..
Adalah Sahabatku sendiri.

Hingga hanya dengan memikirkan bahwa tidak akan menutup kemungkinan dia akan berubah kembali menjadi seperti saat itu, aku menangis. 

Hatiku terasa sangat menyesak dua kali lipat.
Entah mengapa. 
Namun.. Peter,
Terimakasih Pernah Jadi Yang Terbaik.

Kamis, 11 Februari 2016

Teruntuk Yang Terakhir Kali.



Tidak Semua Dia adalah Kamu, dan Aku adalah Saya.


Aku menatap langit-langit yang mungkin juga sedang bersedih.
Ia meneteskan rintikan demi rintikan menyentuh tanah dibumi..
Seperti halnya dengan air mataku, tetes demi tetes melewati pipi..

Ditemani dengan secangkir teh hangat, sore ini dapat membawa ku kembali ke waktu dimana kamu dan aku ditemukan pada jalan untuk kita saling mendekap lagi, - setelah sekian lama hilang tersesat seorang diri -.

 "Cie udah kangen, baru aja ketemu. 
 Tapi aku juga. :("
 "Kamu ga nakal kan?"
 "Iya maaf, jangan marah marah lagi ya sayang."
 "Cantik sih gini, tapi percuma kalau kesehatan juga ga dijaga!"
 "Aku punya mata cuma buat liat kamu."
 "Sombong banget sih kangennnnn."
 "Siapa dulu dong.. pacarnya kamu."
 "Yah maksud aku ga gitu, ya gak bakalan lah.. Gak pergi lagi."

Bibir ku tersenyum, namun dapat kurasakan ia bergetar..
Masih banyak kata-kata yang tersimpan rapat didalam memori ku.
Dan, akhirnya kalimat yang selalu kutunggu setiap malam, kini tak pernah ku dengar lagi.
Air mataku menetes lagi saat kurasakan bisikan itu mendekat..

 "I will always miss and love you jelek."

Aku merindukannya.
Sungguh.

Merindukan setiap detik yang pernah ada setelah sekian lama menghilang.
Aku pernah berharap dia tidak seperti pelangi, namun matahari.

 "Jangan nangis ah sayang. Aku mati-matian buat kamu supaya ga nangis, masa orang lain enak aja buat sayang aku nangis!"

Kali ini, kamulah alasannya.
Untuk kali ini saja, dengarkan lah aku teruntuk yang terakhir kali.

Ketahuilah, aku ingin sekali menghubungi mu kembali..
Tetapi, kau terlihat baik saja tanpa hadirku disisi.

Dengarkanlah, bukankah ini terlihat seperti lelucon?
Kita sepasang kekasih yang hanya aku selalu ingin berada disampingmu, yang selalu membuat upaya untuk bertemu ketika rinduku tak mampu ku bendung.
Sementara kamu tidak.

Ketahuilah, aku pernah masih memilihmu - saat puluhan orang lagi masih berusaha keras untuk membuat ku memilih mereka -.

Dengarkanlah, hatiku terkikis habis saat kau masih tidak pernah mengucapkan bahwa sampai kapanpun, bagaimanapun, kau akan masih akan terus ingin denganku.
Sedangkan, aku sibuk membayangkan menghabiskan waktuku hanya dengan mu.

Ketahuilah, hatiku patah saat aku terlihat hanya sebatas seseorang yang mengubah status mu saja.
Disaat kamu, menjadi alasan hidupku berubah.

Dengarkanlah, bahwa sesungguhnya kelak kamu kan mengerti, yang kau pilih adalah yang tidak akan pernah bertahan untuk disamping mu. dan ada yang sesungguhnya selalu menusuk mu.
Sementara, - detik ini juga -, kau telah kehilangan yang pernah memilih untuk bertahan namun kau abaikan sekeras mungkin.

Kau lebih memilih mengecewakan aku dan kehilanganku, daripada harus mengabaikan sedikit saja orang-orang dimasa lalu mu. 
Orang yang sudah menghancurkan mu.

Namun kini, kau masih selalu memilih untuk menghancurkan ku.
Atau lebih tepatnya, menghancurkan kebahagiaan yang sedang ingin kita rancang.

Sudah, sudahilah.
Aku tau, aku harus tetap melangkah.
Disini, aku hanya membuang waktu ku, membiarkannya terbuang sia-sia, kau tidak akan pernah membuat upaya untuk selalu bersama ku.
Semuanya hanya sebatas kata-kata tanpa pembuktian.

Jemariku takkan pernah lagi menggenggam jemari mu.
Tanganku takkan pernah lagi memegang wajah ataupun rambutmu.
Lenganku takkan pernah lagi melingkar ke sisimu.

Hujan telah berhenti,
Seperti halnya mengisyaratkan ku untuk usai sampai disini.
Ada mata yang basah hari ini. 
Dan jangan kau tanya lagi, ada hati yang ku biarkan patah pula saat ini.

Berbahagialah dengan dunia mu.
Aku takkan pernah datang lagi untuk mengganggu.

Jangan khawatir.



                             Dari yang pernah 
                        sangat menyayangimu,


                                     unknown.